Sengaja, kutulis lengkap namamu
agar dunia maya mencatatmu
semoga mucul niat isengmu
untuk mencari tiga kata itu
semacam balasan telah selalu melengkapkan namaku
'Aku akan jadi saksi bila
Navis-Navis baru terahir kembali!'
Begitu warismu lewat matamu
ke wajah-wajah kami
Tak banyak kereta api kata telah kurangkai
maaf jika jauh dari harapmu
Saya sadar... tak mampu mengNavis
karena saya hanyalah saya
Maaf!
*Seorang Guru Bahasa dan Sastra Indonesia sekaligus Pembina KOCISA (Komunitas Pencinta Sastra) semasa SMAku dulu. Beliau pindah sebelum kami tamat.
Kamis, 12 November 2009
Jumat, 18 September 2009
Rabu, 19 Agustus 2009
MERAH-COKLAT

"Dan… pemenangnya adalah :
Anak-anak……!!! Bukaaaaaannnn!!!
Pemuda yang bermerah semangatnya berjuang….. !!! Lagi-lagi bukan….
Pemerintah yang berkesucian ikhlasnya mengabdi….!!! Apalagi itu, bukaaaaannnn!!!
Terus sapa pemenangnya Pak Ketua Panitia???
DEBU…."
Itulah pengumuman pemenang cabang seni mewarnai bendera 17 agustusan tahun ini!
Rabu, 12 Agustus 2009
KADO 'SANGPENGANTIN'
Kau menanam ledakan
di rumah-rumah saudaraku
maka nikmatilah panennya
kutitipkan pada saudaramu juga
mereka akan bawa pulang airmata dan darah
seperti halnya saudaraku
berteriak kepadaku
*NOORDIN M TOP masih berkeliaran mencari sekian "CALON PENGANTIN" untuk melamar "SYAHID" mereka masing-masing... bersanding di hempasan ledakan pelaminan yang mereka rancang sendiri...
di rumah-rumah saudaraku
maka nikmatilah panennya
kutitipkan pada saudaramu juga
mereka akan bawa pulang airmata dan darah
seperti halnya saudaraku
berteriak kepadaku
*NOORDIN M TOP masih berkeliaran mencari sekian "CALON PENGANTIN" untuk melamar "SYAHID" mereka masing-masing... bersanding di hempasan ledakan pelaminan yang mereka rancang sendiri...
Rabu, 08 April 2009
kapankik datang melamar?
maaf, bahasaku campur-campur
karena saya tahu kau tak perlu kamus untuk memahaminya
tak ada kata dalam kehidupanmu
karena kau adalah cahaya mengerti semua pengungkapan
kecuali satu kata : PATUH, tumbuh seumuran denganmu
kapankik datang melamar???
to: sang pelamar nyawa...
*duh, naya... naya... maut tuh tak diundang, tak perlu ditanyakan kapan datang. akan datang sndiriji itu.
karena saya tahu kau tak perlu kamus untuk memahaminya
tak ada kata dalam kehidupanmu
karena kau adalah cahaya mengerti semua pengungkapan
kecuali satu kata : PATUH, tumbuh seumuran denganmu
kapankik datang melamar???
to: sang pelamar nyawa...
*duh, naya... naya... maut tuh tak diundang, tak perlu ditanyakan kapan datang. akan datang sndiriji itu.
Rabu, 19 November 2008
KACA BACA
Bunga biru cerah di kerudungmu, kapankah mereka tertanam di sana
indah, berhasil mengalahkan haru mata menangkap pucatnya langit
sayang, saya lebih senang kedatangan hujan daripada berkenalan dengan si bunga biru
tidak perlu dikuatirkan karena yakin saya telah mengenal si empunya
sampai langkahku dihentikan oleh suaramu menyanyikan namaku
karena sepertinya dewa langit bersedia menungguku
Cepatlah lahir, jangan kelamaan di sini
masyarakat lebih membutuhkanmu daripada bangku kuliah
gapai keinginanmu, karena saya tidak tahu rencanamu :
kau mau jadi apa nanti?
Kau bermutiara saat aku menjawab pertanyaanmu dengan bahasa diam
saya justru lebih asyik bercakap-cakap dengan sepasang pelindung matamu
kulihat diriku di permukaan kulit kerasnya
kurasa mereka juga melihat bentuknya di mataku
hingga kurasa hujan segera bertamu
kugesa-gesakan berjalan menjemput hujan
bukan untuk menghindar tapi agar aku bisa tidur nyenyak
memenuhi janjiku bertemu dengan si empunya bunga biru
bercakap-cakap sambil minum di kafe mimpi
Biarlah kau jadi tanda tanya tentang aku mau jadi apa
karena saya malu mengakui : aku ingin jadi kacamatamu
aku ingin melihat semua yang kau lihat
walau ada saat kau menyepikanku di meja tempat tidurmu
akan kulihat kau didamaikan mimpi
Aku ingin menjelma kaca bacamu
121108
indah, berhasil mengalahkan haru mata menangkap pucatnya langit
sayang, saya lebih senang kedatangan hujan daripada berkenalan dengan si bunga biru
tidak perlu dikuatirkan karena yakin saya telah mengenal si empunya
sampai langkahku dihentikan oleh suaramu menyanyikan namaku
karena sepertinya dewa langit bersedia menungguku
Cepatlah lahir, jangan kelamaan di sini
masyarakat lebih membutuhkanmu daripada bangku kuliah
gapai keinginanmu, karena saya tidak tahu rencanamu :
kau mau jadi apa nanti?
Kau bermutiara saat aku menjawab pertanyaanmu dengan bahasa diam
saya justru lebih asyik bercakap-cakap dengan sepasang pelindung matamu
kulihat diriku di permukaan kulit kerasnya
kurasa mereka juga melihat bentuknya di mataku
hingga kurasa hujan segera bertamu
kugesa-gesakan berjalan menjemput hujan
bukan untuk menghindar tapi agar aku bisa tidur nyenyak
memenuhi janjiku bertemu dengan si empunya bunga biru
bercakap-cakap sambil minum di kafe mimpi
Biarlah kau jadi tanda tanya tentang aku mau jadi apa
karena saya malu mengakui : aku ingin jadi kacamatamu
aku ingin melihat semua yang kau lihat
walau ada saat kau menyepikanku di meja tempat tidurmu
akan kulihat kau didamaikan mimpi
Aku ingin menjelma kaca bacamu
121108
Rabu, 22 Oktober 2008
ORANG TUA ANGKAT ANAK ANEH
Kuanggap angin Ibuku karena belaiannya menginginkanku segera bermimpi
kuangkat malam Ayahku sebab dukungannya terhadap cita-citaku selalu ada
sampai kutersentak risau datangnya tuntutan kembali ke rumah
Satu ketidakterbukaanku bahwa saya tidak kuasa mengkhianati naluri kodratiku sebagai anak
saya selalu menantikan panggilan untuk pulang
walau mendatangkan gerutu tapi bisa membuatku sangat dianggap bagian mereka
Kutahtakan malam dan angin sebagai orang tuaku
karena terkadang malam lebih Ayah dari Bapakku
terlalu sering angin lebih Ibu dari Makku
Bapak dan Makku selalu memvonis : kau tak seperti kami!
Ibu dan Ayahku tak pernah menjampi-jampiku menjelma menjadi orang paling bersalah
Maafkan karena keseringan membuat kegelisahan kalian
sayang kepadaku datang karena khawatir, bukan bangga
maafkan rasa cemburu si anak terakhir ini
yang pesimis akan melompati medali anak-anakmu yang terdahulu...
sudah terlalu sering orang tua lupa bahwa SETIAP ANAK ADALAH UNIK
kuangkat malam Ayahku sebab dukungannya terhadap cita-citaku selalu ada
sampai kutersentak risau datangnya tuntutan kembali ke rumah
Satu ketidakterbukaanku bahwa saya tidak kuasa mengkhianati naluri kodratiku sebagai anak
saya selalu menantikan panggilan untuk pulang
walau mendatangkan gerutu tapi bisa membuatku sangat dianggap bagian mereka
Kutahtakan malam dan angin sebagai orang tuaku
karena terkadang malam lebih Ayah dari Bapakku
terlalu sering angin lebih Ibu dari Makku
Bapak dan Makku selalu memvonis : kau tak seperti kami!
Ibu dan Ayahku tak pernah menjampi-jampiku menjelma menjadi orang paling bersalah
Maafkan karena keseringan membuat kegelisahan kalian
sayang kepadaku datang karena khawatir, bukan bangga
maafkan rasa cemburu si anak terakhir ini
yang pesimis akan melompati medali anak-anakmu yang terdahulu...
sudah terlalu sering orang tua lupa bahwa SETIAP ANAK ADALAH UNIK
Langganan:
Postingan (Atom)