Jumat, 15 Agustus 2008

LEGENDA MERAHPUTIH

Kakek tak pernah absen menyisihkan waktunya bercerita untukku

paling sering bercerita dongeng Kerajaan Nusantara kaya nan indah

dari kisahnya terbentuk mitos ibu bernama Pertiwi


Kepada Kakek saya sering minta mengulanginya

saya suka bagian terhadap asal-muasal panji dwiwarna Kerajaan Nusantara

Ibu Pertiwi menghadiahi merah pada keberanian rakyatnya

Putih atas kejujuran abdi-abdinya


Malamnya saya bermimpi Ibu Pertiwi mencuci bersih warna merahnya dengan air matanya

Pertanyaan membangunkanku : putihnya bermakna apa?

Tidak, bukan suci lagi…

Apakah berarti kalah atau mati?







WARISAN PUISI

Sebelum seorang senior pergi dengan terhormat dari fakultas, beliau memberikan tiga buah puisi.



(tak ada judul)


Ramai, suara-suara mengumandang

Memuja malam-malam

Menyembah setiap rasa

Yang hadir dengan kemunafikan


Sunyi, namun suara-suara

Tetap berdendang

Menyanyikan lagu-lagu kepalsuan

Dan rasa tetap tersenyum dengan tatap kosong


Omong kosong dengan keagungan

Yang hidup hanya dalam imajinasi

Bernyanyi, tertawa dan menangis

Dalam kubangan yang tampak manis


Terus menyembah, meminta dan mengharap

Ternyata perih, sakit, nikmat

Hilangkan harap

Dan bermainlah dengan perih


Karena malam hanya hadir

Tuk mengajarkan

Sejuta gombal


(Aula FH 05 02 07)



KEPERGIAN


Ada lagu yang tercipta oleh pujangga diujung jalan

Bercerita tentang hari berakhir senja

Tentang bintang yang pernah jadi mimpi

Mengalun pergi diiringi dawai


Pernah ketiadaan serasa akhir dari semua

Namun tak sesulit menjaring harap

Ternyata yang pergi hanya tersisa dalam tanya

Ternyata yang pergi menjadi jawaban yang terbaik

Pergi adalah akhir yang sempurna


Hati itu tak akan mati

Akan tetap merasa meski pernah ada perih

Yang mungkin mengurangi kepekaannya

Meski luka pernah begitu dalam

Namun cinta adalah cinta

Seperti hati adalah hati


Tetap akan memiliki senyum baru

Tetap bersua dengan rasa yang berbeda

Seperti waktu yang terus mengalir

Dari perjalanan yang melelahkan



BUAT DINDA

Dedicated to INAYAH


Kutitipkan pesan ini buatmu dinda

Yang selalu tersenyum pada kenyataan

Yang kadang membingungkan

Yang selalu tertawa diantara ketidakjelasan

Tetaplah menjadi seperti yang kukenal lewat senja di tepi danau


Kutitip pesan ini buatmu dinda

Yang selalu melangkah dengan selaksa keteguhan

Yang selalu mengukir waktu dengan deret kata-kata

Tetaplah menjadi seperti yang kukenal lewat goresan di kertas buram


Ada rasa malu terselip diam-diam

Menitipkan pesan yang lebih mirip puing tak berbentuk

Seperti member tak berwujud

Seperti senja yang menebarkan warna marun di cakrawala


Buatlah nyata imajinasi yang hanya hidup dalam ide

Ciptakan yang terbaik yang tak sempat kulakukan

Tetaplah mengukir detik

Meski waktu sesingkat cahaya

Karena hari ini takkan pernah berulang

Dalam canda di pelataran


BY : NIRA

Kita… harus tetap menulis dengan kejujuran tanpa dibuat-buat. Kita… harus menulis dengan merdeka tanpa tekanan. Kita… harus menulis dengan CINTA. Meski… dunia kadang menyajikan peran-peran yang harus kita mainkan dan memaksa kita bertopeng dengan selaksa kemunafikan.







Senin, 21 Juli 2008

KEPADA YANG dan AKAN SARJANA

Seorang berburu surat kabar kelahiran dua hari lalu
berharap masa depannya di salah satu kotaknya
disayapi dua teman karena bertemu sabtu minggu saja

Si Keong, pindahan dari bangku kuliah ke kursi kantor
Si Siput, beberapa bulan lalu bebas dari penjara akademik
Si Badak masih diatur roster matakuliah semester baru
kerja, sarjana dan kuliah, begitu pencapan orang

Yang benar adalah :
mantan pengangguran, pengangguran dan calon pengangguran

100708





YATIM PIATU

Seorang wanita beranak sepasang
putrinya disangkaremaskan suaminya
putranya mati hati terkubur harta
sang Ibu berakhir di Pantu Asuhan
bermerk ‘Surga Jompo’






PULANG










Tiga pertanyaan Mak kujawab satu pernyataan

Kak, kenapa kau ajak adikmu hujan-hujanan?
Adik suka air
walau berakibat demam

Gadis macam apa kamu, hanya mau cuci piring dan pakaian saja!
aku suka air
meski berujung dingin

Nak, mengapa engkau senantiasa rebah dekat perutku?
saya suka air
walau hanya khayal pulang bersatu denganmu
mengenang bentuk awalku tenggelam di laut rahimmu
sempit karena penuh
pengap sebab hangat

Penuh…. hangat… kasih sayang





KANTOR BARU

Hampir terpakai tiap hari
hadiah keberhasilanku mencurinya dari lemari kakakku

Lima tahun berjalan maju
rak pakaianku tak berpenghunikan dirinya sekarang
pindah kemanakah gerangan?

Tak perlu kubertanya ke orang rumah
pasti dipindahtugaskan ke dos penampungan
karena ada yang lebih mencintainya
untuk menjadikannya kain pel



*Heran saya, semua orang selalu berusaha merebut benda-benda yang kusayangi. Mereka sulap menjadi benda yang lebih tak berarti.
Mak, saya sudah meyakinkanmu, walau dengan wajah lebih miskin dari pengemispun tak kan ada yang memberiku uang di tengah jalan hanya karena saya memakai baju itu.
Selamat tinggal BAJU BIRU LUSUH! Selamat menunaikan tugasmu yang baru!








Minggu, 15 Juni 2008

LELAKI REMBULAN

untuk : Al Muzammil

Hanya sepasang kata
kutangkap dari cerita

Maaf, tak belum ada penggambaranku
tentangmu dalam puisiku

hanya sepasang kata...

Lelaki Rembulan