Rabu, 19 November 2008

KACA BACA

Bunga biru cerah di kerudungmu, kapankah mereka tertanam di sana
indah, berhasil mengalahkan haru mata menangkap pucatnya langit
sayang, saya lebih senang kedatangan hujan daripada berkenalan dengan si bunga biru
tidak perlu dikuatirkan karena yakin saya telah mengenal si empunya
sampai langkahku dihentikan oleh suaramu menyanyikan namaku
karena sepertinya dewa langit bersedia menungguku

Cepatlah lahir, jangan kelamaan di sini
masyarakat lebih membutuhkanmu daripada bangku kuliah
gapai keinginanmu, karena saya tidak tahu rencanamu :
kau mau jadi apa nanti?

Kau bermutiara saat aku menjawab pertanyaanmu dengan bahasa diam
saya justru lebih asyik bercakap-cakap dengan sepasang pelindung matamu
kulihat diriku di permukaan kulit kerasnya
kurasa mereka juga melihat bentuknya di mataku
hingga kurasa hujan segera bertamu
kugesa-gesakan berjalan menjemput hujan
bukan untuk menghindar tapi agar aku bisa tidur nyenyak
memenuhi janjiku bertemu dengan si empunya bunga biru
bercakap-cakap sambil minum di kafe mimpi

Biarlah kau jadi tanda tanya tentang aku mau jadi apa
karena saya malu mengakui : aku ingin jadi kacamatamu
aku ingin melihat semua yang kau lihat
walau ada saat kau menyepikanku di meja tempat tidurmu
akan kulihat kau didamaikan mimpi

Aku ingin menjelma kaca bacamu

121108